hari minggu, 1 Agustus 2004, adalah hari keberangkatan suami saya ke jerman. berat rasanya, mengingat selama 11 bulan kami telah bersama, membangun dan mengarungi sebuah hidup baru, berumah tangga.
hampir setahun berpisah jarak, membuat hidup kami begitu berwarna, ada suka, sedih, rindu, cinta, bahkan kadang kesal dan prasangka.
dan entah kenapa, saya jadi lebih sensitif hari-hari belakangan ini. kala suami saya berkata tentang sesuatu yang menurutnya biasa saja, seringkali saya menjadi tersinggung. lalu saya menangis dan bilang padanya bahwa saya ingin sendiri dulu (padahal tanpa diminta pun, saya toh sedang ditinggalkannya –dalam artian fisik).
kalau sudah begitu, suami saya lalu minta maaf. meski sebenarnya dia tak selalu bersalah. he just said what he thought.
untunglah, saat mudik kemarin, saya sempat membawa dua seri st. clare karangan enid blyton. Buku-buku itu sempat menjadi bacaan saya di awal remaja dulu. dan ketika sekarang saya membaca untuk kedua kalinya, saya tetap jatuh cinta pada isi buku itu. di situ saya temukan salah satu kalimat yang berkesan, yakni: “kita boleh merasa sebal atau benci pada seseorang, tapi kita tetap harus menolongnya, saat dia membutuhkan.”
hei…itu yang terjadi pada saya saat ini. saat-saat dimana saya kesal pada suami, tapi di saat yang sama pula saya tetap ingin menolongnya, bila dia membutuhkan saya. Karena saya sadar, ia-lah sahabat terbaik saya dalam beberapa tahun terakhir. dialah tempat saya menumpahkan segala suka, cemas, tawa dan juga duka yang saya rasa. sehingga ketika saya merasa kesal padanya, saya jadi bingung pada siapa harus berbagi :)
waktu yang hampir setahun tersebut benar-benar telah mengubah sebagian dari pilihan hidup yang ingin saya jalani. saya menemukan “dunia lain” yang lebih mengasyikkan dari akuntansi. dan untuk yang satu ini, sungguh saya bersyukur bahwa saya ditakdirkan jauh dari suami untuk beberapa saat.
kini saya tersadar bahwa tak ada alasan untuk tidak mencintainya. mungkin benar bahwa saya terlalu sering keras kepala. tapi yah…that’s me. toh ada sisi lain dari diri saya yang membuat saya tetap tegar, walau dihadang berbagai cobaan berat. dan diantara ketegaran itu, sangat mungkin ada andil suami saya. kesemuanya itu membuat saya yakin bahwa saya berharga. dan saya ingin terus berkembang karenanya.
(hampir) setahun kami berpisah. semoga nasib kami berdua tak seperti kisah di lagu ‘setahun kemarin'-nya kahitna…amiin.
material, 28 juni 2005
23.30 WIB
hampir setahun berpisah jarak, membuat hidup kami begitu berwarna, ada suka, sedih, rindu, cinta, bahkan kadang kesal dan prasangka.
dan entah kenapa, saya jadi lebih sensitif hari-hari belakangan ini. kala suami saya berkata tentang sesuatu yang menurutnya biasa saja, seringkali saya menjadi tersinggung. lalu saya menangis dan bilang padanya bahwa saya ingin sendiri dulu (padahal tanpa diminta pun, saya toh sedang ditinggalkannya –dalam artian fisik).
kalau sudah begitu, suami saya lalu minta maaf. meski sebenarnya dia tak selalu bersalah. he just said what he thought.
untunglah, saat mudik kemarin, saya sempat membawa dua seri st. clare karangan enid blyton. Buku-buku itu sempat menjadi bacaan saya di awal remaja dulu. dan ketika sekarang saya membaca untuk kedua kalinya, saya tetap jatuh cinta pada isi buku itu. di situ saya temukan salah satu kalimat yang berkesan, yakni: “kita boleh merasa sebal atau benci pada seseorang, tapi kita tetap harus menolongnya, saat dia membutuhkan.”
hei…itu yang terjadi pada saya saat ini. saat-saat dimana saya kesal pada suami, tapi di saat yang sama pula saya tetap ingin menolongnya, bila dia membutuhkan saya. Karena saya sadar, ia-lah sahabat terbaik saya dalam beberapa tahun terakhir. dialah tempat saya menumpahkan segala suka, cemas, tawa dan juga duka yang saya rasa. sehingga ketika saya merasa kesal padanya, saya jadi bingung pada siapa harus berbagi :)
waktu yang hampir setahun tersebut benar-benar telah mengubah sebagian dari pilihan hidup yang ingin saya jalani. saya menemukan “dunia lain” yang lebih mengasyikkan dari akuntansi. dan untuk yang satu ini, sungguh saya bersyukur bahwa saya ditakdirkan jauh dari suami untuk beberapa saat.
kini saya tersadar bahwa tak ada alasan untuk tidak mencintainya. mungkin benar bahwa saya terlalu sering keras kepala. tapi yah…that’s me. toh ada sisi lain dari diri saya yang membuat saya tetap tegar, walau dihadang berbagai cobaan berat. dan diantara ketegaran itu, sangat mungkin ada andil suami saya. kesemuanya itu membuat saya yakin bahwa saya berharga. dan saya ingin terus berkembang karenanya.
(hampir) setahun kami berpisah. semoga nasib kami berdua tak seperti kisah di lagu ‘setahun kemarin'-nya kahitna…amiin.
material, 28 juni 2005
23.30 WIB