October 09, 2004

Memori di hari ABRI

5 Oktober 2004 kemaren, ABRI memperingati hari jadinya yang ke-59. Berbeda dgn Alvi yang bercerita positif tentang ABRI, namun justru di hari ABRI itu jugalah, gue ngalamin kejadian yang bikin gue kesel ama sikap salah seorang prajurit (yang menurut gue dah mencoreng institusi ABRI itu sendiri).

Ceritanya gini, gue kan lagi mo berangkat kerja ke kantor gue di PP Plaza, Pasar Rebo. Gue naik mikrolet T-19 (dari halte UI). Hari itu entah kenapa macet banget, mungkin juga krn hari Senin. Mendekati halte IISIP (Lenteng Agung), di depan mikrolet yang gue tumpangi itu, ada beberapa truk ABRI bercat ijo dan beratap terpal di bagian bak-nya (yang diisi sekitar 15-20 personil). Begitu sampai di depan halte IISIP (tepat pukul 08.05 WIB), mikrolet yang gue naiki mendahului truk ABRI bernomor *2038-41. Karena ga rela didahului, sopir truk yang sedang memakai baju ABRI lengkap tersebut marah. Setelah berhasil mensejajari, sopir truk mengarahkan tangannya yang sedang dalam posisi mengepal (sambil tetep melilitkan sebatang rokok yang mengepul di sela-sela jarinya) ke arah sopir T-19. Sopir truk itu lalu berkata dengan nada kasar: "Awas, kupotong leher kau".

Ibu-ibu yang seangkot ama gue langsung pada ribut. Bikin forum sendiri-sendiri di dalam mikrolet yang sedang sarat penumpang itu. Ada yang berkata: "Mentang-mentang capres yang terpilih dari militer, seenaknya aja ngasarin rakyat". Ada juga yang bilang: "Belum juga dilantik presidennya, eh bawahannya dah nginjak-injak rakyat. Apalagi ntar kalo dah dilantik beneran". Dan banyak lagi komentar-komentar yang sebetulnya bisa gue simpulin bahwa mereka sebenernya berharap agar ABRI tuh harusnya jadi pengayom rakyat. Bukan malah bikin rakyat jadi ketakutan gitu.

Gue sebetulnya pengen kirim curhat gue ini ke Surat Pembaca di salah satu koran (atas saran dari ibu-ibu di angkot juga sih :P), tapi entah kenapa gue masih belum yakin untuk melakukannya. Kira-kira bagus ga ya tindakan yang akan gue lakukan ini?

• • •